Laman

Kamis, 22 Desember 2011

perjalanan sulit Nabi Musa a.s dalam menuntut ilmu


PERJALANAN SULIT NABI MUSA a.s dalam MENUNTUT ILMU
Suatu ketika Nabi Musa sedang di antara para pemuka Bani Isroil, lalu salah seorang dari mereka berkata kepada beliau, "Apakah kamu mengenal seseorang yang lebih pandai dari kamu", Musa menjawab "Tidak, akulah yang paling mengetahui (pandai)".
Tidak lama setelah itu Allah menegur sikap nabi Musa tersebut, dengan mewahyukan kepada beliau, "Sesungguhnya salah seorang hamba Ku, yang tinggal di pertemuan dua laut, mempunyai pengetahuan yang melebihi pengetahuan mu".

Musa pun berkata, "Wahai Tuhan ku, bagaimana aku bisa bertemu dengan orang itu, tunjukkanlah tempatnya kepada ku."

lalu dikatakan kepada beliau, "Bawalah seekor ikan yang telah diasinkan dalam sebuah keranjang. Di mana ikan itu lepas (hilang) di sanalah tempatnya"

Lalu pergilah Musa bersama seorang pemuda dari Bani Isroil, yang menurut Hadits Shohih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, namanya adalah Yusya bin Nun.
Sampai mereka di suatu tempat yang sebenarnya merupakan pertemuan dua laut, namun mereka tidak menemui siapa-siapa di sana, Mereka berdiri di atas bebatuan di laut tersebut, lalu Musa berkata pada Yusya, 

"Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua lautan, atau aku akan berjalan bertahun-tahun"
Sesaat setelah itu bekal makanan mereka, Ikan asin yang telah dipanggang, dengan izin Allah, hidup kembali, melompat keluar keranjang dan jatuh ke laut tersebut. Yusya melihat hal aneh tersebut, tapi karena Musa sudah jauh mendahului nya, dia langsung mengikutinya.
Hingga ketika mereka telah berjalan lebih jauh, dan merasa lapar, Musa berkata, "Bawalah kemari makanan kita, sungguh aku merasa letih karena perjalanan kita ini".


Yusya baru teringat soal ikan tersebut, "Tahukah kau ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu, dan tidak ada yang membuat aku lupa untuk mengingatnya kecuali syaithon, dan (ikan) itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali."
Musa tersentak dan berkata, "Itulah tempat yang kita cari!", lalu keduanya kembali ke tempat tersebut. Sesampainya di sana, mereka mendapati seorang laki-laki sedang berbaring di atas punggungnya dan berselimut kain, mereka pun terkejut karena sebelumnya tidak ada siapa pun di sana..
Musa pun memberi salam kepada orang itu, lalu orang itu membuka penutup wajah nya dan mengucap salam, lalu Nabi Musa berkata, "Aku Musa", orang itu bertanya, "Musa dari Bani Isroil?", "Ya", jawab Musa. Mengenai nama orang tersebut, memang tidak disebut secara gamblang dalam al-Qur-an, namun disebutkan dalam satu Hadits shohih, Riwayat Imam Bukhori, bahwa nama nya adalah "Khidhir",
Dari Abu Hurayroh RodhiyAllahu Anhu, dari Nabi Muhammad Shollallahu 'alaihi was Salam, beliau bersabda: "Sesungguhnya ia dinamakan 'Khidhir' karena jika ia duduk di atas bulu yang berwarna putih (Baidh), bekasnya akan berubah menjadi hijau (Khodhr)" mengenai makna dari "bulu berwarna putih" (atau bahasa arabnya: Farwah Baidho'), para ulama berbeda pendapat soal ini. Satu pendapat menyebut farwah baidho adalah rumput berwarna putih, sedang pendapat lainnya bahwa itu adalah tanah yang diatasnya tumbuh rumput kering.
Namun mereka sepakat bahwa hadits tersebut menyatakan mu'jizat yang dimiliki Khidhir, yaitu jika beliau duduk di atas tanah yang ditumbuhi rumput kering, rumput itu akan berubah menjadi hijau ato subur kembali. Karenanya beliau dinamakan "Khidhir" ato Hijau. Wallahu a'lam bish-Showab.
Jika ia mempunyai mu'jizat, apakah Khidhir seorang Nabi? 'ulama juga berbeda pendapat soal ini, karena al-Qur-an dan Hadits-Hadits shohih tidak menjelaskan secara terperinci soal apakah beliau seorang nabi ato bukan, hanya saja pada kisah ini Allah menyiratkan secara implisit kenabian dari Khidhir. Walaupun begitu bagi yang menganggap beliau bukan Nabi pun, tidak masalah, karena sekali lagi, ini bukan inti dari kisah perjalanan Nabi Musa dengan Khidhir.

Kembali ke kisah..
Khidhir berkata kepada Musa, "Kamu mempunyai ilmu yang Allah ajarkan kepada mu yang tidak aku ketahui. Dan, aku mempunyai ilmu yang Allah ajarkan kepada ku yang tidak kamu ketahui."

Musa berkata, "Bolehkan aku mengikuti mu agar kamu dapat mengajarkan kepada ku ilmu yang telah diajarkan kepada mu?"

Khidhir menjawab, "Kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama ku. Bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang kamu tidak ketahui? Sesuatu yang Allah perintahkan kepada ku untuk melakukannya, jika kamu melihatnya kamu tidak akan sabar.

Musa menjawab, "Insya Allah, kamu akan mendapati ku sebagai orang yang sabar dan aku tidak akan menentang mu dalam urusan apa pun."

Khidhir pun memberi syarat kepada Nabi Musa, "Jika kamu mengikuti ku, janganlah kamu menanyakan kepada ku tentang suatu hal apapun, sampai aku sendiri yang menjelaskannya kepada mu."

            Musa pun menyanggupi, dan dimulailah perjalanan mereka. Berjalanlah Nabi Musa dan Khidhir, hingga mereka sampai di tepi pantai. Lalu lewatlah sebuah perahu, mereka meminta agar diberi tumpangan. Pemilik perahu itu mengenal Khidhir dan mengizinkan mereka berdua naik ke perahunya, tanpa membayar alias gratis. di tengah perjalanan seekor burung menukik ke laut, lalu meminum air laut dengan paruhnya, lalu Khidhir berkata kepada Musa, "Wahai Musa, ilmu mu dan ilmu ku, tidak sebanding dengan ilmu Allah, (ilmu kita) hanya sebanyak air yang diambil burung itu.",

Lalu Khidhir bersandar pada satu sisi perahu itu dan melubanginya, sehingga air masuk ke dalamnya. Nabi Musa terkejut, secara manusiawi ia berkata, "Mereka telah memberi kita tumpangan gratis, tetapi kamu malah melubangi kapal ini, yang dapat membuatnya tenggelam,, sungguh kamu telah membuat kesalahan yang besar!"
Musa melupakan janjinya untuk tidak bertanya ato memprotes apapun yang dilakukan oleh Khidhir, maka dikatakan kepada Musa, "Bukankah aku telah berkata, sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersama ku?"
Musa menyadari kealpaannya, lalu berkata, "Jangan kau hukum aku karena kealpaanku dan jangan kamu membebani ku dengan suatu kesulitan dalam urusan ku". Maksudnya Nabi Musa memohon maaf kepada Khidhir atas lupa nya beliau akan janjinya, dan berharap Khidhir memaafkannya dan mengizinkannya untuk terus mengikutinya.
            Keduanya turun dari kapal. Ketika sedang berjalan di tepi pantai, ada sekelompok pemuda sedang berkumpul, Khidhir mendekati salah seorang di antara nya dan membunuh nya! Musa, yang secara lahiriah melihat itu adalah sebuah kejahatan yang nyata, sangat terkejut dan kembali lupa akan janjinya, beliau memprotes, "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih itu tanpa alasan yang Haq? Kamu benar-benar telah melakukan sesuatu yang mungkar!"

Khidhir berkata, "Bukankah sudah kukatakan kepada mu bahwa kau tidak akan sabar bersama ku?", Musa kembali menyadari keaalpaaannya, "Jika aku bertanya kepada mu tentang sesuatu setelah ini, maka janganlah kamu mengizinkan aku mengikutimu lagi, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan Udzur kepada ku."
Mereka pun melanjutkan perjalanan, hingga sampai di satu negeri yang penduduknya sungguh Bakhil, kikir, pelit, (apa lagi?).. Mereka berkeliling dan minta untuk dijamu, namun tak ada satu pun yang mau menjamu mereka. Kemudian mereka mendapati sebuah dinding rumah yang hampir roboh, lalu Khidhir menegakkan dinding tersebut.

Nabi Musa, yang hanya mempunyai satu kesempatan lagi untuk tidak memprotes Khidhir, kembali lupa dan berkata, "Kalau kau mau, kau bisa meminta upah atas perbuatan mu itu".


Khidhir berkata, "inilah perpisahan antara aku dan kamu", lalu melanjutkan, "Sebelum berpisah aku akan menjelaskan kepada mu tujuan dari perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sabar kepadanya.."
Khidhir pun menjelaskan, tujuan dari perbuatan yang telah dilakukannya:

1. Khidhir melubangi perahu
Khidir berkata, "Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan perahu itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera." ya, di negeri tempat orang miskin itu berlayar kembali nantinya, akan ada seorang raja yang zholim, yang suka merampas perahu-perahu yang bagus. Musa dan pemilik perahu itu tidak mengetahui nya, sedangkan Allah memberitahu hal tersebut kepada Khidhir, dan memerintahkan Khidhir untuk melubangi perahu tersebut, justru untuk menyelamatkan penumpang dan pemilik perahu tersebut dari kezholiman raja tersebut. Karena raja itu tentu tidak akan mengambil perahu yang rusak, dan pemilik perahu itu nantinya bisa memperbaikinya. Hal ini semisal dengan pemberian suntikan kepada orang sakit, terasa sakit, namun diperlukan untuk kesembuhannya.

2. Khidhir membunuh seorang Pemuda
"Dan adapun pemuda itu, kedua orang tua nya adalah orang-orang beriman, dan kami khawatir dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya)."
Secara lahir, memang terkesan kejam apa yang dilakukan oleh Khidir, makanya Musa spontan memprotesnya. Namun ternyata ada makna di baliknya, anak tersebut adalah anak kesayangan kedua orang tuanya. Sayangnya anak itu nantinya akan menjadi kafir, dan dikhawatirkan akan membawa kedua orang tuanya ikut dalam kesesatan dan kekafiran. Lalu Khidhir pun membunuhnya atas kehendak Allah. Namun Allah, kemudian akan mengganti kesedihan orang tua anak tersebut dengan memberikan mereka seorang anak yang lebih sholih dan lebih menyayangi keduanya.
Adapun, disini ditekankan, bukan berarti ini bisa ditiru, Seseorang tidak boleh membunuh seorang anak (atau siapa pun) dengan alasan ia mengetahui bahwa anak itu akan kafir ketika dewasa. karena yang dilakukan Khidhir adalah atas petunjuk Allah, hanya Allah yang memberitahu Khidhir soal kekafiran dan kesesatan pemuda tersebut.

3. Khidhir menegakkan dinding
"Adapun dinding rumah adalah milik dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang sholih, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu.."
Seperti disebut sebelumnya, di negeri tempat dinding itu hampir roboh, penduduknya sangat bakhil dan sikap bakhil tentu berhubungan dengan sifat tamak akan harta. Nah, ternyata di bawah dinding tersebut ada harta warisan yang ditinggalkan seorang Ayah yang sholih untuk kedua anaknya, kalau saja dinding itu roboh, nantinya harta itu akan terlihat dan dikhawatirkan akan direbut dan diambil oleh penduduk negeri tersebut. Inilah yang tidak diketahui oleh Nabi Musa.
Khidhir mengakhiri penjelasannya dengan berkata, "Dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya."
Bahwa beliau melakukannya bukan atas kehendak sendiri, tapi atas perintah dan petunjuk Allah. Secara lahiriah atau dari luarnya saja, perbuatan Khidhir itu memang tidak sesuai dengan akal manusia, bahkan secara naluri, manusia akan menolaknya seperti halnya Musa. Tapi sesungguhnya hal-hal tersebut merupakan rahmat dari Allah, bagi mahluk-Nya yang beriman.
Lalu, kalo diperhatikan, dalam penjelasannya melubangi perahu, Khidhir berkata dengan ungkapan, "Aku", lalu ketika menjelaskan soal membunuh pemuda tersebut, khidhir menggunakan ungkapan "Kami", lalu terakhir yang digunakan adalah ungkapan "Tuhanmu". Apa ya maksudnya? Dan apa yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari kisah perjalanan Musa dengan Khidir ini?

Salah satu yang perlu diperhatikan dalam kisah ini adalah, ucapan Khidhir ketika menjelaskan ketiga perbuatannya, dimana digunakan tiga ungkapan berbeda,

1. Aku Menghendaki
Ketika melubangi perahu, ia berkata, "Dan aku bertujuan merusakkan Perahu itu..". artinya kata ini disandarkan pada Khidhir saja. Karena melubangi perahu adalah perbuatan merusak, tidak baik, dan tidak dapat diterima (secara lahir), karenanya tidak layak disandarkan kepada Allah. Tidak pantas jika dikatakan, "Tuhan mu bertujuan merusakkan perahu itu.", hal serupa bisa ditemukan pada Do'a Nabi Ibrahim, di surat asy-Syu'aroo', surat ke 26, ayat 78-81 (silahkan dilihat artinya); semua hal disandarkan kepada Allah, kecuali kata "sakit", yang disandarkan kepada diri sendiri.

2. Kami Menghendaki
Tentang pembunuhan pemuda tersebut dan keinginannya agar diganti dengan anak yang lebih sholih, diungkapkan dengan kalimat, Dan kami menghendaki...", ungkapan ini disandarkan kepada Allah dan Khidhir.
Disandarkan kepada Khidhir karena bisa dibilang beliaulah penyebab terbunuhnya pemuda tersebut. Mengapa ia membunuhnya? karena ia mengingnkan agar diganti oleh anak lain yang lebih sholih. Namaun mampukah beliau mewujudkan keinginan itu? tentu Tidak, karena hanya Allah yang berkuasa mewujudkannya. Dan karenanya perbuatan ini juga disandarkan kepada Allah, yang nantinya akan menciptakan seorang anak yang lebih sholih, seperti dikehendaki Khidhir.

3. Tuhan mu Menghendaki
Ketika menegakkan dinding, Khidhir berkata, "Maka Tuhan mu menghendaki...", kalimat ini hanya disandarkan kepada Allah semata. Kenapa?

karena tentang apa yang akan terjadi kepada kedua anak yatim tersebut ketika dewasa, hanya Allah lah yang mengetahui. Karena masa depan dan umur termasuk hal yang ghoib, hanya Allah yang mengetahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar